Namanya “Car Free Day”, bukan “Follow The Rules Day”

Cipete, Jakarta Selatan

 

Setiap saya ikut kegiatan Car Free Day (CFD) di Senayan dan Thamrin, setiap minggunya saya semakin merasa nggak nyaman. Setiap hari, saya melihat begitu banyak kasus korupsi mental yang sudah menjadi hal yang begitu sepele. Betapa kecewanya saya, ketika mengikuti CFD, yang idealnya diikuti individu-individu yang sadar lingkungan dan sadar kesehatan, ternyata nggak disertai sadar aturan atau sadar common sense.

Sebelum nulis ini, saya sempat posting status di Facebook. Isinya gini: Yang mengendalikan laju CarFreeDay pagi ini adalah yang mementingkan kelompok, lamban, melanggar aturan, & nggak mau dikritik. Sama saja seperti laju negeriku.

Mohon maklumnya. Saya nggak bermaksud sombong, atau nge-judge, atau sok baik. Saya nggak sempurna. Saya juga pasti pernah melanggar aturan; toh saya juga orang Indonesia. Orang Jakarta (technically, saya orang Bekasi). Tapi saya juga pingin jadi lebih baik. Saya pingin kita semua jadi lebih baik. Salah satu caranya? Menyadari kekurangan sendiri dan nggak enggan menyampaikan hal-hal seperti ini. Karena nantinya, kalau saya salah lagi, bisa jadi kamu akan menunjukkan blog ini ke muka saya untuk mengingatkan kembali.

Make each other better. Bukankah itu mudah?

 

Mengkritik = Songong?

Pagi ini saya ikut CFD lagi, yang berakhir dengan perasaan gemas; cukup gemas sampai merasa harus menuliskan keluh-kesah ini. Waktu naik sepeda ke arah pulang (arah blok M), saya mengambil jalur tengah yang cukup lowong. Jalur kanan, yang menurut peraturan adalah untuk peserta CFD bersepeda, dipenuhi pejalan kaki Fun Walk. Saya melaju sepeda saya cukup dekat dengan rombongan itu. Di jalan seberang mal Ratu Plaza, saya dicegat mas-mas berseragam Fun Walk, dia memandu saya untuk pindah ke kiri. Sambil senyum sopan, dia berkata, “Sepeda di kiri, mas.”

Jalur tertutup, saya nggak punya pilihan dan ambil kiri. Sambil melewati mas-mas itu, saya sampaikan, “Kebalik, mas. Pejalan kaki yang harusnya di kiri,” dan meneruskan perjalanan. Beberapa meter melaju, saya masih bisa mendengar dengan jelas gerutuan orang itu dari belakang… “Yeee… Sok tau…” selorohnya.

Apakah ini soal sepele bagi kamu? Kalau iya, ijinkan saya mencoba runutkan lebih jauh:

 

Patuh Hukum = Orang Lemah?

Ini aturan pembagian jalurnya, berdasarkan buku panduan Hari Bebas Kendaraan Bermotor:

Image

Sebagai info tambahan, aturan di atas diberikan rambu khusus di awal, tengah, dan akhir area CFD.

Nah, ini realitas di lapangan:

Image Source:
Image Source: http://rujak.org/2010/04/car-free-day-sudah-aja-deh/

Car Free Day sudah bukan hal baru lagi di Jakarta. mantan gubernur Fauzi Bowo bahkan pernah menjelaskan aturan pembagian jalur yang sama di wawancara dengan Jakarta Post, yang dirilis hampir setahun yang lalu.

Berikut adalah beberapa pelanggaran aturan Car Free Day yang saya kumpulkan selama setahun lebih saya (hampir) rutin mengikutinya:

1. Peserta CFD tidak berada di jalur yang sudah ditentukan. Ketika mengikuti CFD bersama teman saya (saya bersepeda, dia berlari), teman saya berlari di jalur sepeda. Saya bilangin supaya dia lebih ke kiri, dan kelihatan jelas sekali kalau dia kesal sama saya. Karena apa? Karena dia nggak lihat rambunya… yang dia lihat cuma pelari lain juga banyak yang melakukan hal serupa.

2. Peserta CFD, terutama pejalan kaki dan jogger, sering bergerak melawan arah. Beberapa dari mereka melakukan hal ini di jalur Busway. Siapa tahu kamu belum tahu, Bis Transjakarta tetap beroperasi selama CFD.

3. Peserta CFD (yang harusnya pintar-pintar itu dan sadar definisi “sehat”) masih membuang sampah di jalan sembarangan.

4. Kegiatan fun run, marathon, fun walk, dan massa terorganisir lainnya adalah penyumbang sampah jalanan terbesar pertama di atas pedagang-pedagang kaki lima. Massa sepintar dan sesehat orang-orang yang sekali jalan jumlahnya ribuan ini kok ya masih beranggapan menjaga kebersihan adalah tugas tukang sapu… Dasar basian feodal kampret!

5. Lanjut dari poin sebelumnya, kegiatan massa terorganisir di CFD adalah penyumbang terbesar pelanggaran aturan pembagian jalur CFD. Hal ini sering berakibat timbulnya kemacetan di area CFD, bahkan sampai friksi-friksi kecil antara mereka dengan (biasanya) para peserta bersepeda—seperti kasus saya pagi ini

 

Car Free Day = Ego Fullfilment Day

1. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mempromosikan hidup sehat dan mengurangi polusi emisi. Menurut pendapat saya, nggak ada gunanya kalau misi mengurangi polusi dilaksanakan di hari Minggu selama lima jam saja, karena jumlah kendaraan bermotor memang berkurang drastis di hari ini, entah karena penduduk lebih memilih tinggal di rumah atau pergi keluar kota (dengan menggunakan kendaraan penyebab polusi juga tentunya).

2. Aturan pembagian jalur Car Free Day kurang didukung pihak keamanan, polisi, maupun pengawas CFD yang biasanya adalah anggota-anggota BikeToWork. Mereka jelas akan menindak kendaraan bermotor yang menerobos masuk area CFD. Tapi soal pembagian jalur? Sudah hopeless.

3. Event-event seperti fun run, fun walk dan marathon tidak menggubris aturan pembagian jalur dan tidak ada usaha sedikitpun dari pihak penyelenggara untuk mensosialisasikannya kepada peserta-peserta mereka. Akibatnya, ribuan pejalan kaki bisa memenuhi setiap jalur dan menghambat pengguna jalan yang lain. Yang paling bikin gemas, mereka keburu nggak bisa dibilangin.

4. Event-event branding yang ‘pasang tenda’ di pinggir jalan sering menjadi penyumbang polusi suara; menyetel lagu keras-keras, menyuarakan produknya dengan sama kerasnya, dan kadang bersaing volume dengan event-event di sekitarnya yang juga menggunakan pengeras suara.

 

Kamu Tersinggung = Kamu Mungkin Adalah Bagian dari Masalah

Saya paham, kenapa mengikuti sesuatu yang seharusnya bisa dirunut logika bisa menjadi sesuatu yang mudah sekali buat diabaikan. Karena teladan kita juga berbuat begitu, adalah salah satu alasan basinya. Alasan yang mungkin lebih mengena: kita sudah begitu ditelantarkan oleh teladan kita, hingga kenyamanan diri sendiri menjadi nomor satu dalam daftar kita. Orang Jakarta; Orang Indonesia, sudah bukan lagi merupakan sebuah kolektif. Kita lebih merupakan sekumpulan individu survivalist. Masa bodoh dengan aturan atau dampak perbuatan kita terhadap sekitar. Yang penting kebutuhan kita sendiri terpenuhi. Betul?

Kalau kamu bilang “salah”, kamu adalah bagian dari masalah.

Mungkin sekali-kali kamu beramal, atau memberi tempat duduk buat nenek-nenek di Busway. Tapi apapun alasannya, niat dasarnya adalah self comfort… sama saja seperti buang sampah sembarangan: kamu nggak nyaman pegang-pegang botol kosong sementara masih harus fokus ikut fun run, jadi buang aja di jalan. Toh nanti ada yang bersihin. Iya kan?

Sekali lagi saya sebutkan: saya juga orang Jakarta. Saya juga sering melanggar aturan. Tapi saya menyadarinya dan saya menulis ini supaya kita bisa saling mengingatkan; dan saya benar-benar nggak keberatan kalau suatu hari kita ber-CFD ria sama-sama, saya melanggar aturan, dan kamu menegur saya. Itu positif kan? Itu artinya sesuatu telah bergerak ke arah yang lebih baik.

Saya nggak bermaksud menuduh semua orang, tapi dengan menunjuk semua orang, saya memperbesar kesempatan pesan ini sampai ke orang-orang yang tepat. Jadi, mohon maaf kalau mungkin ada yang tersinggung dengan isi blog saya kali ini. Tapi untuk sekarang, saya sudah kehabisan waktu dan niat untuk berargumen. Saya kebelet boker.

Penutupannya singkat saja deh: kalau kamu nggak setuju dengan isi blog ini, kamu mungkin bagian dari masalah. Ego-mu mungkin terlalu menutupi potensi kamu dan orang-orang di sekitarmu untuk jadi lebih baik. Mohon waktunya untuk direnungkan sejenak.

Terima kasih. Keep moving forward. Stay healthy, inside and outside.

Cheers!

106 Comments

Add yours →

  1. Seperti banyak sekali masalah lain di Indonesia, perkaranya selalu begini:

    [1] ada yang melanggar peraturan. Tidak ditindak.
    [2] yang patuh aturan merasa rugi. Sudahlah haknya dirampas justru ketika dia patuh, yang merampas tidak diapa-apakan. Jadi buat apa dia patuh aturan? Dus, yang tadinya patuh, ikut melanggar.
    [3] setelah “terlanjur banyak” yang melanggar, otorita mandul
    [4] bikin aturan baru. Ulangi proses dari [1] lagi.

  2. Reblogged this on as simple as Jhe and commented:
    yang sering CFD-an (ataupun ngga) kayaknya kudu baca post ini.

  3. ijin reblog ya mas 🙂

  4. sebenarnya tipikal orang indonesia adalah suka ikut2an,,,kl ada yg melanggar aturan dan pelanggar itu tidak di kenakan sangsi maka yg lain pun ikut melakukan pelanggaran

  5. Sudah jadi keseharian itu mas, terutama di Jakarta. Istilahnya adalah “herd mentality”, begitu satu orang melanggar dan tidak ditindak, yang lain menjustifikasinya… problemnya muncul dari kurang disiplinnya manusia-manusia di Indonesia, terutama di Jakarta… mestinya dilakukan penindakan yg tegas dan diberi sangsi. Weleh2, semoga banyak orang jadi lebih sadar melalui baca post ini 🙂

  6. sory bukannya sok tau ini. maaf sebelumnya. kalo menurut saya ini adalah special case dimana memang diperlukan kemakluman dan kewajaran dari seluruh masyarakat, karena sebuah event atau memang terkadang hukum tidak sesuai dengan apa yang terbaik di lapangan. contohnya seperti funwalk di sudirman yang ada di jalur kanan, coba bayangkan kalo mereka di lajur kiri?! ketika memutar arah kembali di depan ratu plaza / patung pemuda (CMIIW), pasti akan menutup jalan yang dari lajur kanan hendak mengarah blok m kan?! (jalur lurus). nah dari sini kita kan bisa belajar. nggak semua aturan itu benar, dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan di lapangan secara periodik.. ada saat-saat tertentu kita membutuhkan inovasi peraturan periodikal. kalo contoh ekstrim, misalkan terjadi kondisi genting yg memaksa aparat pemerintah untuk didahulukan lewat di jalan, kita harus minggir kan?! gak lucu kalo polisi / pemadam kebakaran nggak bisa sampai di TKP karena macet.. disinilah dibutuhkan kemakluman masyarakat yang cukup.. bahasa gaulnya, masalah kecil jangan dibesar2in hanya karena menjaga prinsip pribadi.. semoga tulisan ini menginspirasi TS maupun yg sudi membaca… hahahaha…

    • 1) Anda baru saja menjustifikasi pelanggaran aturan dari sebuah event yang ‘numpang’ di event lain yang sudah punya aturannya sendiri, dan Anda menyampaikan opini Anda seolah-olah aturan awal itu nggak punya bobot sama sekali atau nggak cukup pantas dihargai dan dipertimbangkan… Ibarat ormas keagamaan yang buka lapak di Indonesia tapi nggak mau tunduk sama UU & Pancasila. Oh, jangan2 perilaku ormas-ormas ini juga masalah kecil untuk Anda?

      2) Saya bahkan nggak akan merespon komen Anda yang menganalogikan event fun walk sebagai ‘pengecualian’ dengan bobot yang sama dengan keadaan darurat, walaupun Anda sudah menyatakannya sebagai ‘contoh ekstrim’.

      3) Menurut Anda ini masalah kecil yang berangkat dari prinsip pribadi saya. Anda tahu kenapa negeri ini begitu korup? Karena mengecil-ngecilkan masalah besar. Seperti yang sedang Anda lakukan barusan.

      4) Apakah poin no.3 sudah berhasil menarik perhatian Anda? Oke. Sekarang begini: coba tolong abaikan ‘apa’ dan ‘di mana-nya’ keluh-kesah saya di atas, dan coba renungkan permasalahan sebenarnya, lalu coba bilang sekali lagi apakah itu masih masalah kecil buat Anda. Kalau masih, maaf: sepertinya Anda juga bagian dari ‘masalah kecil’ itu.

      Mohon maaf, saya mungkin kurang pandai memilih kata-kata, tapi saya menyampaikannya dengan maksud baik.

      Terima kasih sudah mampir 🙂

  7. keren! jujur aja gue jarang iktan lari atau sepedaan di senayan walaupun deket rumah, dan dengan baca blog anda, saya jadi tau aturan2 cfd tu sendiri, boleh deh kita lari2 atau sepedaan bareng!

    bravo jakarta!

  8. Nicee.. mari mulai dari diri sendiri 🙂

  9. posting yang cukup bagus, jujur saya sendiri setuju dengan posting tersebut walaupun saya bukan penduduk kota jakarta. saya tinggal di surabaya, dan kejadian2 yang ada disini pun mirip dengan apa yang terjadi disana. masyarakat kita sudah terlalu biasa mendengar kata2 “peraturan ada untuk dilanggar” dan “kesempatan ada untuk dimanfaatkan.” terlepas dari event CFD, hampir setiap hari saya melihat banyak aturan yang dilanggar oleh masyarakat kita dan juga tanpa sadar telah mencuri hak orang lain pada saat melirik kesempatan2 yang ada. contoh gampangnya seperti sudah ada berapa zebra cross yang “dicuri” oleh para pengendara sepeda motor pada saat lampu merah? bukankah seharusnya itu hak para pejalan kaki? hanya karena area tersebut terlihat kosong dan memang jarang terdapat pejalan kaki yang melintasinya akan tetapi bukan berarti boleh diambil bukan? mungkin itu juga salah satu alasan yang membuat para pejalan kaki malas untuk melewati zebra cross dan memilih untuk menyebrang jalan sembarangan. karena haknya telah dicuri, dan akhirnya mereka pun mencuri hak pengendara kendaraan dengan menyeberang sembarangan. menjadi satu hal kecil yang akhirnya berimbas pada hal lain. sekian opini dari saya, terima kasih atas postigan yang bermanfaatnya mas

    • Mengutip Ifan Ismail:

      Seperti banyak sekali masalah lain di Indonesia, perkaranya selalu begini:

      [1] ada yang melanggar peraturan. Tidak ditindak.
      [2] yang patuh aturan merasa rugi. Sudahlah haknya dirampas justru ketika dia patuh, yang merampas tidak diapa-apakan. Jadi buat apa dia patuh aturan? Dus, yang tadinya patuh, ikut melanggar.
      [3] setelah “terlanjur banyak” yang melanggar, otorita mandul
      [4] bikin aturan baru. Ulangi proses dari [1] lagi.

  10. Saya juga sering lari melawan arah di hari bebas kendaraan bermotor, dan baru tahu ada panduan CFD dan ada rambu portable-nya, thanks infonya!

    Untuk yang ingin menegur, saya rasa patut dipertimbangkan untuk menegur orang dengan cara yang asertif sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

    • Makasih sudah mampir dan komen.

      Kalau kita punya lebih banyak kepedulian, pasti sudah lebih banyak yang akan saling mengingatkan dalam kondisi seperti ini. So……… gimana ya… Hahahaha…

      Ini yang aku coba sampaikan ke salah satu teman yang juga komen di blog ini: supaya dia bisa paham kalau saya sebenarnya nggak sedang membahas pelanggaran aturan di CFD, tapi sesuatu yang jauh lebih mendasar dan luas di baliknya; begitu mendasar dan luasnya, sampai-sampai membahas ‘cara menegur orang’ saja bisa jadi sesuatu yang rumit.

  11. kalau gitu permasalahannya pada jalan. dipindah saja,, area untuk walk, run dan sepeda.

    • tomassoejakto May 2, 2014 — 3:33 am

      Wah, jangan. Sudah strategis banget. Bahwa Car Free Day ditempatkan di jalan protokol nomor satu di Jakarta, itu adalah statement kuat dari pemerintah yang patut dihargai. Itu artinya mereka care.
      Yang kita perlukan sekarang adalah penyesuaian mental kita dalam menyikapi peraturan. Semua pingin teratur, semua pingin nyaman. Tapi karena nggak teratur (dan nggak diatur), akhirnya yang terjadi adalah semua pingin nyaman *sendiri*. Kalau sudah begitu, mau dipindah ke manapun juga, bakal sama saja hasilnya 🙂
      Tapi makasih masukannya. Jangan bosen-bosen 🙂

  12. Sebagai bukan penduduk Jakarta, baru hari ini tau kalau CFD itu ada peraturannya 🙂
    Soalnya, beberapa kali pas di Jakarta hari Minggu, nyoba main ke jalur CFD, yang terlihat adalah kesemrawutan dan kehingarbingaran dan kejorokan pasar malam di kampung saya, yang dipindahkan lokasi dan waktunya. Bedanya cuma di jumlah manusia yang menggunakan sepeda dan pakaian olahraga.

    Ngomentari perihal event funwalk yang akan menimbulkan ketidaknyamanan pengguna jalur kanan ketika mereka putar balik ke arah kanan dari jalur kiri, kayaknya bung Tomas akan lebih respek kalo yang mandu funwalk ngomongnya begini kali ya? “Maaf mas, silahkan tunggu sebentar ya, rombongan funwalk sedang putar balik” ketimbang “Sepeda jalur kiri Mas”
    Iya ngga Mas Tomas?

    • ada begitu banyak cara lain yang lebih baik buat melakukan apapun. Khusus buat poin yang kamu angkat, aku tetap berpikir buat kembali ke awal: ada niat buat mensosialisasikan peraturannya dulu. Ada atau enggaknya niat itu, orang yang memperhatikan pasti bisa membedakan.

  13. Dari sisi penamaan saja sudah salah “Day” seharusnya menjadi “Hours”

    Nice post 🙂

  14. mas tomas…bagus sekali tulisannya…saya pun sepakat aturan sekecil apapun sudah sepatutnya ditaati…kata ‘maklum’ seakan akan menjadi racun yang terus berkembang…

    mungkin bagi mereka yang selalu bilang maklum2 dan gak ngerti aturan itu udah biasa tapi bagi yang taat aturan itu akan sangat mengganggu…

    saran aja bagi yang masih suka ngelanggar aturan atau masih ‘GAK MAU TAU’ sama aturan coba deh pergi sesekali ke Singapore…dan rasain kehidupan di sana yang sangat teratur…ada moto di sana Q-up and Give Way…itu keren banget…dan mereka taat aturan walau gak ada polisi atau penegak hukum di sekitarnya…

    Respek mas tomas

    • Satu pulau jauhnya, Singapur memang kebalik 180derajat. Maju, teratur, bersih, dst… Tapi *pssst* tempat itu bisa jadi membosankan banget :-)))) Tapi overall, di sana menyenangkan kok.
      Makasih sudah mampir dan komen 🙂

  15. Mantap tulisannya Om, do something good for Indonesia

  16. 1. Jujur Saya baru tau ada peraturan ini, Saya dulu naik sepeda malah di jalur lambat, dan pada saat lari malah di jalur cepat bahkan jalur Busway. peraturan ini seHARUSnya dipublikasi oleh pihak yang membuat acara CFD ini. dan seHARUSnya juga beberapa oarang dr penyelenggaraa CFD menjaga di beberapa titik, agar bisa lancar CFD-nya

    2. saya jg setuju soal beberapa event yang menggunakan event CFD, HARUS mengikuti peraturan CFD sendiri, kecuali memang sudah ada dari AWAL.

    3. Saya pernah ikut CFP dgn naik sepeda. pengendara sepeda sdh benar di jalur cepat, ttp mereka berjalan pelan dan menyebar sehingga sulit bagi saya dan yg lainnya yg ingin bersepeda cepat, akhirnya ada beberapa yg berjalan seperti motor “nyalip2”

  17. sebagai pengguna angkutan umum dari commuter line hingga bus transjakarta, saya berkesimpulan bahwa budaya antri dan taat aturan masyarakat Jakarta memang sebaiknya dibina dengan pagar besi yang ditanam dan popor senjata otomatis baru bisa taat, tertib dan beradab.

  18. siip mas..artikel yang bagus, saling menegur untuk kebaikan Bangsa \m/

    sering terjadi kekeliruan pemahaman peraturan di Indonesia sehingga menjadi banyak maklum yg terucap :v

    • tomassoejakto May 1, 2014 — 9:16 pm

      Secara situasional, ini memang bukan jenis situasi (saya nggak mau menyebutnya ‘masalah’) yang cukup besar untuk menarik perhatian pemimpin, tapi secara kontekstual, situasinya mendasar dan meluas sekali.

      Kalau nggak pelan-pelan saling mengingatkan, kapan kita bakal merdeka beneran?

      Makasih sudah mampir dan komen 🙂

  19. Kalau saya boleh saran.. bila mengkritik atau memperbaiki kesalahan orang lain… baiknya dilakukan sampai tuntas, diajak bicara baik-baik, diberikan keterangan, diajak diskusi, sampai tercipta kesepahaman dan kesepakatan.. tidak sekedar sambil lalu.. seperti kasus di sini:

    “Jalur tertutup, saya nggak punya pilihan dan ambil kiri. Sambil melewati mas-mas itu, saya sampaikan, “Kebalik, mas. Pejalan kaki yang harusnya di kiri,” dan meneruskan perjalanan. Beberapa meter melaju, saya masih bisa mendengar dengan jelas gerutuan orang itu dari belakang… “Yeee… Sok tau…” selorohnya.”

  20. nice post!

    cuma aku agak penasaran juga soal sampah waktu event fun run atau sejenisnya. aku cuma pernah sekali sih ikut event ini. tapi emang waktu itu pas daerah bagi minum, aku sempet tanya di mana tong sampahnya dan malah disuruh lempar ke jalan aja. katanya nanti akan diberesin. nah, sampai sekarang aku ga tau juga emang pihak panitia yang beresin atau sebenarnya itu mereka “lempar” ke tukang bebersih. saat pulang memang jalanan jadi bersih lagi, tapi ya aku yakin peserta cfd yang lain terganggu juga dengan sampah sementara itu sih. mungkin harusnya panitia tetep sediain tempat sampah, kan bisa bantu kerjaan tukang bebersih jadi lebih cepat juga ya…

    • tomassoejakto May 1, 2014 — 9:20 pm

      Iya. Saya yakin memang nantinya dibersihkan. Tapi sementara itu, mereka membiarkan sesuatu yang seharusnya bisa dengan mudah dihindari dengan sedikit usaha ekstra.

  21. Ricky Lieswanto May 2, 2014 — 12:25 am

    Hahaha gaya penulisan yang cukup agresif namun memang tulisan ini memang harus diserapi secara broad minded (yang pikirannya sempit pasti langsung tersinggung).. terima kasih utk wawasannya.. secara garis besar memang mindset kita trlalu membiasakan diri dengan hal yang salah karena instrumen hukum terbelenggu akibat mayoritas pelanggar yang menggeneralisasikan pelanggaran sebagai suatu hal yang maklum.. sosialisasi peraturan memang dibutuhkan dan tipikal orang Indonesia perlu disikapi dengan tegas melalui jeratan sanksi..

    kita bisa contohi negara tetangga kita Singapura yang selalu saya kagumi kedisiplinan warganya dalam menjaga kebersihan..
    Pepatah dari SD yang saya pelajari bahwa kebersihan adalah cerminan pribadi individu dan bangsanya.. dan secara konkret memang terbukti dari negara2 maju di dunia yang mempraktekan hal tersebut..

    Ini memang merupakan hal sepele, kecil dan nampak tidak penting.. namun hal yang kecil apabila didukung dan dilaksanakan bersama-sama akan berbuahkan sesuatu yang besar dan baik.. salam sejahtera..

  22. nah iya sih mas, yang saya tangkep yang mau disampein itu bukan sekedar permasalahan dari cfd itu sendiri, melainkan cfd itu hanyalah contoh dari masalah yang lebih mendasar lagi. iya emang lebih ke dalam konteks kesadaran sama kepedulian sih, yang saya rasa udah sangat minim di masyarakat kita. sepertinya emang banyak orang yang udah capek ngingetin orang lain karena ngerasa wong ga didengerin juga disini. sebenernya mungkin aja karena caranya yang belom pas sama mentalitas orang disini. atau kalo mau lebih sabar lagi sih se gak terimanya orang pasti ada satu-dua orang yang dengerin saran itu, dan mereka terus sampein lagi ke temennya dan ada 1-2 orang lagi dan seterusnya, kaya downline mlm aja. intinya kepeduliaan itu perlu, ya pasti gabisa berubah secara radikal tapi seengganya hargailah hal hal kecil kayak mentaati peraturan yang ada walaupun di dalam konteks sekecil apapun itu. emang hal besar dimulai dari yang kecil juga kan

    • tomassoejakto May 2, 2014 — 3:25 am

      Di komen yang lain, saya diingatkan tentang kenapa saya nggak berhenti dan menjelaskan peraturannya secara utuh sama mas-mas itu. Saya bilang saya takut habis dia rame-rame (di belakangnya adalah ribuan peserta funwalk yang dia panitia-i) hehehe…
      Saya ngaku kalau saya mungkin nggak menangani situasi itu sebaik-baiknya. Saya juga sebenarnya sudah malas dan keburu skeptis dengan hal-hal seperti ini; mungkin itulah sebabnya saya cuma memberitahu sambil lalu seperti yang saya ceritakan.
      Semoga lain kali bisa lebih baik 🙂
      Makasih sudah mampir dan komen.

  23. ya coba di pagari saja jalurnya kalau begitu atau di kandangi pasti semua teratur rapih

    • tomassoejakto May 2, 2014 — 6:19 am

      Atas dasar apresiasi, saya ngerasa ada unsur sarkasme di komen kamu :-))
      Tapi saya tetap berterimakasih karena kamu sudah mampir dan baca. Tengkyuuuu!

  24. Reblogged this on Ilha Formosa and commented:
    Good Note sih ttg Car Free Day- emang Free without rules, hahaaa

  25. Saya pernah 1x ikutan fun walk. jadi ketawa sendiri waktu inget saya ikut acara itu. Sepertinya saya ikutan melanggar aturan. Ikutan jalan di sebelah kanan karena yang lainnya jg begitu.
    Orang Indonesia memang aneh. Disaat kita mematuhi aturan dan menegur orang lain yang melanggar, kita yang dianggap aneh. Nice posting mas. Ijin share ya 🙂

  26. hadehh.. namanya juga orang indonesia.
    Ga usa yang sepele kyk car free day.
    Motor lawan arah sudah biasa.
    Mobil sekarang sudah mulai ikut2an.
    Angkot ga usa dibahas, uda jahanam banget..
    tahun depan mau jadi apa ini jakarta..

    • tomassoejakto May 4, 2014 — 3:28 am

      kalau sesuai rencana, tahun depan jakarta akan ada di tengah-tengah proyek MRT. Harap siap mental dan lebih melatih kesabarannya.

      Makasih sudah mampir dan komen 🙂

  27. saya tinggal di setiabudi, jadi cukup sering juga ikut CFD, kalaupun tidak untuk olahraga, saya sering jalan kaki kalau pulang dari gereja Theresia di menteng pulang ke kosan waktu CFD. sebenernya saya suka ada kegiatan CFD itu, tapi memang saya perhatikan masih banyak kekurangannya. yg saya soroti selama ini terutama jumlah penjual di sepanjang jalan dan minimnya tong sampah. lewat tulisan di atas jadi ngeh juga kalau aturan jalur buat peserta CFD pun masih kurang ditegakkan.

    sepertinya sudah jadi tabiat orang Indonesia seperti itu ya, susah dikasih tau, susah menjadi tertib kalau tidak ada yg mengawasi. klo berangkat gereja pagi naik transjakarta, jalannya sering tersendat karna orang2 yg masuk di jalur busway. mereka gak peduli sama lingkungan sekitarnya, jalan seenaknya, bergerombol, pakai headset sampe nggak ngeh kalo ada bis nungguin di jalur yg jadi haknya. nanti kalau amit-amit ada yg keserempet, yang disalahkan siapa? apa perlu orang2 yg masuk jalur TJ didenda juga seperti mobil atau motor? karna menurut saya, TJ memang perlu tetap beroperasi meskipun ada CFD karna cukup banyak juga masyarakat yg perlu.

    kadang udah capek juga negur orang di tempat umum, yg buang sampah sembarangan atau merokok di dalam angkot, klo ditegur kadang malah balas negur bilang nggak sopan.

    • tomassoejakto May 2, 2014 — 9:43 pm

      Kalau memang perlu ditegur, usahakan terus lakukan begitu. Makin banyak yang negur kan makin bagus. Nantinya kita akan makin terbiasa dengan kritik.

      Jangan kayak saya, negur orang sambil lewat aja hahahaha…
      makasih sudah mampir 🙂

  28. setuju banget bro sama postingnya, soalnya ane juga tiap minggu ngerasain semakin lama peserta CFD tuh makin engga peduli sama aturan yang ada & gak peduli sama lingkungan misalnya para pelari, banyak yang joging di tengah jalur sepeda apalagi kalo jogingnya bejejer ke samping itu tuh bener-bener bikin emosi padahal pelari sudah disediakan jalurnya di sebelah kiri, dan masih banyak warga yang masih membuang sampah sembarangan. memang tingkat kesadaran warga terhadap aturan&lingkungan masih sangat minim…. ijin share yah….

  29. Kenyataan yg ada… mereka yang melanggar lebih galak daripada yang tidak melanggar… krn kenyamanan mereka melanggar seolah kita halangi…

  30. jalur sepeda dipake jalan kaki? masalah? menurut saya pribadi sih gapapa toh yang penting kan ga ada kendaraan bermotor. kalau anda ngomong soal ngelanggar aturan, apakah anda tidak pernah melanggar aturan? saya tadi baca comment diatas soal masalah kecil jadi besar, kalau setiap masalah kecil dibahas justru negara ini bakal lebih kacau bro. ribut terus tiap orang.
    intinya saya ga setuju sama tulisan anda. event di jalur kanan ya emang eventnya begitu. anda gasuka, yaudah gausah CFD, gitu aja kok repot

  31. wiwien muchlis May 3, 2014 — 6:39 pm

    Saya menyewakan tenda.,Ada perusahaan cukup besar minta tenda yg dipasang saat acara CFD di titik A..saya sampaikan kami tidak bisa karena acara CFD punya aturan yg HARUS dipatuhi. tapi ternyata sang calon customer itu tidak mau..yo wis lebih baik order batal. Lha wong disuruh patuh peraturan saja sulit..Batal yo aku ra po po..ketimbang melanggar aturan jeh..

  32. mantap opini dan tegurannya, hanya ingin menambahkan (saya tidak pernah CFDan di Jakarta) tapi yang kisah teman anda berlari di jalur kanan, menurut saya sudah benar, karena di buku panduan yang anda kutip, ditulis jalur cepat=sepeda, kalau temannya lari di tempat pejalan kaki entar nabrak-nabrak, mungkin dilambangkan sepeda karena pengguna sepeda relatif lebih cepat dari pejalan kaki… nah yang paling kanan pesepeda mahir dewasa toh? berarti yang lebih cepat lagi.. mungkin itu saja dari saya… hhe…
    CFD dimana-mana hampir sama sih, penyumbang sampah yag lumayan besar (saya juga tidak suka dengan yang namanya buang sampah sembarangan…)….

    • tomassoejakto May 4, 2014 — 2:44 am

      Wah, persepsi anda menarik… saya jadi ingat kasus-kasus ‘kecil’ tentang kitab suci yang diterjemahkan ‘sesuai kenyamanan’ kelompok-kelompok dengan agenda tertentu. hahahaha…

      saya bukan mau menyalahkan pendapat anda… mungkin cara terbaik menyampaikan maksud saya adalah: kalau ingin memahami arti sebenarnya dari kitab suci seperti misalnya Al-Qur’an, kita sebaiknya belajar baca-tulis bahasa Arab. Hehehe…

      Makasih sudah mampir dan komen 🙂

  33. aaahh. gue setuju banget sama artikel ini.. gue yang sepedaan pun terpaksa ngalah. sekarang CFD cuma buat numpang lewat aja buat ke SCBD, sepedaan di SCBD lebih leluasa meski lawannya mobil, kadang kalo ketemu orang lari lawan arah di sebelah kanan gue paksa dia yang harus pindah jalur

    • tomassoejakto May 4, 2014 — 2:49 am

      Makasih komennya. Saya juga makin lama makin jarang ke CFD, karena kalau menurut komentar anonymous: “kalau nggak suka, ya nggak usah CFD”. Walau permasalahan sebenarnya bukan itu, saya setuju sama dia.

      Akhirnya saya jadi seperti Anda: akhir-akhir ini saya memilih bersepeda sendiri di sore atau malam hari di jalan-jalan yang cukup besar dan lowong.

  34. ternyata ada kawan senasib, saya sendiri memang jarang ikut CFD tapi sekalinya ikut pasti ada saja yang membuat hati dan pikiran sedikit ‘bete’, dan hal2 tersebut ya persis seperti yang anda tuliskan ini.

    -J.M

    • tomassoejakto May 4, 2014 — 2:53 am

      Makasih komennya. Saya sempat membalas komen lain tentang bagaimana saya semakin jarang ke CFD karena alasan-alasan tersebut. Tapi bukan berarti saya menyerah. Itu lah sebabnya saya menulis blog ini 🙂

  35. Can’t agree more mas.. Saya sudah ke CFD ato yg sebenernya nama resminya HBKB, hampir 4 tahun. Dulu awal awal masih lumayan suasana CFD, sepedaan masih lancar. Bisa ngebut bua cari kringat. Tapi entah satu dua tahun belakangan ini CFD makin tdk nyaman. Selain dari orang2 serampangan, banyaknya tenda promo entah itu radio, bank, dll.. Ditambah dengan event yg makin semrawut dan seenak udelnya sendiri makan semua bagian jalan. Paling parah biasanya di Thamrin menuju Bunderan HI dan daerah Senayan. Akhirnya cuman bisa ngelus dada.

    Terkait dengan perilaku kebanyakan orang Jakarta, saya juga sebenernya sudah jengkel. Saya yakin banyak orang yg masih taat peraturan, tapi mungkin lebih banyak yg serampangan.

    Contoh saja di jalanan, banyak motor naik trotoar, melawan arus, dan nerobos lampu merah. Saya sebagai salah satu pengguna jalan berusaha keras utk taat, tapi karena orang2 serampangan tersebut saya jadi terlihat sbg orang yg salah. Pernah saya berhenti di lampu merah penyeberangan RSCM karena memang sedang merah. Bukannya yg belakang ikut berhenti tapi malah membunyikan klakson dan akhirnya mengumpat saya. Saya anggap aja itu orang gila. Karena menurut saya walau cuman lampu penyeberangan dan tdk berada di per4an bukan berarti bisa dilanggar.

    Akhirnya saya berpikir, bagaimana Indonesia bisa maju bersaing dgn negara lain kalau attitude di jalan yg simpel tdk bisa ditaati. Saya pernah ke Jepang dan Korea yg perilaku di jalannya sangat baik sehingga jalan kaki 2 km saja merasa aman dan nyaman. Hal itu sepertinya impossible di Jakarta.

    Akhirnya pikiran saya sih yg harus diubah tdk cuma penegakan hukum dan peraturan tapi juga attitude masyarakat. Percuma saja teriak2 ngritik pemerintah kalo blm bisa berkaca dgn diri sendiri.

    • tomassoejakto May 4, 2014 — 3:08 am

      Makasih komennya 🙂

      Perubahan mental rekan-rekan kita adalah untuk orang-orang optimis. Sementara itu, saya seorang realis (teman-teman saya menyebutnya ‘skeptis’). Saya nggak percaya masyarakat bisa berubah, setidaknya nggak secepat yang saya harapkan.

      Saya berpikir lama, bagaimana cara terbaik buat menanggapi komentar anda. tapi setiap pilihan terkesan self-righteous, padahal saya nggak lebih baik dari orang lain. Saya sendiri juga masih punya banyak PR buat diperbaiki. Jadi lebih baik saya stop di sini saja ya :-))

      Sekali lagi makasih sudah meluangkan waktu membaca dan menyampaikan komentar. cheers.

  36. Nice post!
    Udah lama banget ga ikutan cfd tapi jadi inget2 lagi, waktu awal2 ikutan cfd masyarakat lebih tertib dibanding sekarang *entah mungkin emang gatau aja atau emang begitu kondisinya*
    Harusnya sih kegiatan tertentu yang melibatkan massa yang banyak dikasi ketentuan khusus dan di sosialisasikan ke panitia penyelenggara maupun marshall2nya (gatau nama marshall funwalk apa wkwk) ya, tapi apalah arti ketentuan dan peraturan tanpa kesadaran diri dan kedisiplinan dari masing2 pihak.
    Terakhir kali cfd, ada motor yang maksain buat masuk jalur cfd padahal masih jam-nya cfd, aparat ga bertindak apa2 (udah kendaraan bermotor, lawan arah pula itu swt banget haha)
    Semoga post anda ini bisa membuka pikiran orang2 yang suka seenak jidat di sepanjang jalur cfd, supaya masyarakat (setidaknya) Jakarta bisa lebih tertib lagi nantinya

    • tomassoejakto May 4, 2014 — 3:17 am

      makasih sudah komen 🙂

      Harapan saya sebenarnya nggak untuk menuding kesalahan ke satu atau beberapa pihak tertentu. Itu adalah cara lama. Itu cara ‘pemimpin’ dan ‘tokoh masyarakat’ kita.

      Sebagian pembaca mungkin luput dari pesan sebenarnya yang ingin saya sampaikan: bahwa ini bukan tentang CFD saja. Ini tentang cara hidup kita sebagai masyarakat dan sebagai sebuah bangsa.

      Ibaratnya, kalau kita duduk dan ngobrol semalaman soal ini, kita mungkin akan berakhir membahas sosiologi dan psikologi. Juga tentang filosofi dan politik.

      Tapi saya harus memulainya dari suatu tempat. Kebetulan, kali ini ‘tempat’ itu adalah CFD.

      Cheers 🙂

  37. aku juga bingung tuh kira2 kalau ngasih tau baik2 yg orangnya bakal mengerti dan tidak tersinggung gimana ya?

    • tomassoejakto May 4, 2014 — 4:15 pm

      usahain pilih kata-kata yang nggak menuduh/menyalahkan pihak manapun, dan hanya jelaskan apa yang perlu kamu jelaskan kalau semua pihak dalam keadaan tenang.

      kalau kamu punya argumen yang jelas, dia pasti mengerti (selama dia tenang). Menjelaskan argumen dengan contoh sebab-akibat juga baik. Cara ini juga akan memberi reaksi yang jujur. Kalau orang itu tetap nggak terima di akhir penjelasanmu, itu berarti dia memang sudah nggak bisa dibantu dan percuma kamu teruskan.

      pengalamanku begitu sih… semoga membantu. makasih sudah mampir & komen 🙂

  38. saya juga seneng ikutan CFD dan saya setuju dengan ulasan mas di atas.

    nambahain lagi, boleh kalo di taro di atas.

    tau perempatan lampu merah sarinah yang ada McD dan BurgerKing kan?

    saya berasanya itu lampu merah ga berguna kalo pas CFD.
    pas merah, yg naek sepeda ato jalan kaki tetep aja jalan (berasa jalan milik pribadi). apa coba susahnya menunggu mobil motor yg arah sabang – tanah abang lewat dulu.
    motor dan mobil sudah tertib ikut aturan lampu merah supaya tak ada yang tertabrak. tapi mental2 pejalan kaki dan yang naik sepeda pas CFD nampaknya terbelakang. berasa punya nyawa banyak.
    saya yakin mas juga pasti kesel ngeliat pristiwa yang saya rasakan juga.

    intinya orang indonesia (especially JAKARTA) paling ga bisa yang namanya antri.

    Kamu Tersinggung = Kamu Mungkin Adalah Bagian dari Masalah

    • tomassoejakto May 4, 2014 — 4:17 pm

      Perilaku pesepeda seperti ini nggak cuma terjadi di CFD. Di jalanan juga banyak kok. Mudah2an nggak akan selalu seperti itu

      makasih sudah meluangkan waktu baca dan komen 🙂

  39. tinggal dijakarta tapi saya belom pernah sama sekali CFD jadi ga pernah tau aturan apalagi kesemrawutannnya. yang awalnya dibuat dengan tujuan baik jadi berantakan karena kurangnya kesadaran kita semua sbg penggunananya. thanks infonya mas

  40. Menurut pengalaman dan Hemat saya, membenarkan suatu kesalahan di Bumi Indonesia ini sudah sangat biasa. Mereka Lebih Memanfaatkan azas simple, gampang dan “orang lain juga sama kok” untuk menjustifikasikan kesalahan mereka.

    Sebenernya ini dimulai dari dulu, mungkin maaf2 saja dari nenek moyang kita yg sangat tolerir oleh maslah2 seperti ini. Hanya saja makin lama makin parah. sebenernya sampe skrg saya masih ga ngerti kok bisa ya org2 itu seperti itu kelakuannya…. kalo bisa ada yg punya ide briliian untuk merubah2 hal itu tolong dikasi masukan d ke bangsa Indonesia ini.

    mohon maaf jaki ada kesalahan kata2 dalam komen ini

    Makasih

    • tomassoejakto May 5, 2014 — 4:50 pm

      justru yang berani tanpa basa-basi itu yang lebih saya apresiasi, mau setuju atau enggak…
      makasih sudah mampir dan komen 🙂

    • tomassoejakto May 6, 2014 — 5:11 am

      bytheway, tradisi membenarkan kesalahan, menurut saya, memang benar sudah terjadi sejak dulu. Ini efek ‘nyolong merdeka’; kita sebenarnya ‘merdeka’ tanpa persiapan, dan sampai kini, masyarakatnya masih berada di tahap trial & error.

      Kenapa kata ‘merdeka’ saya beri kutip? Karena saya nggak percaya kita sudah merdeka. Tapi itu soal lain lagi 😉

  41. Pelanggaran mgkn karena kurangnya sosialisasi dan rambu2 utk cfd(keterangan pembagian bagi pengguna cfd); tp itu jg bukan pengecualian;(cfd hanya 1 hari); ada lagi yg lebih parah setiap hari dijalanan ibukota pasti ada pelanggaran; kendaraan bermotor lawan arah;penyebrang tdk pd tempatnya;kendaraan umum yg tidak tertib;berbelok tdk menggunakan sen(kendaraan bermotor);masuk jalur busway;pdhal aturan di jalan itu dibuat untuk keselamatan & kelancaran bersama (makanya jalanan itu tempatnya orang2 bodoh yg tidak taat peraturan)

  42. Jakarta Mentallity : No Ruless & Arogan, Selfish dan Convensional Urbanism jadi nya stupid jerk. bener kang, banyakyang arogan dan semakin berantakan.

    • tomassoejakto May 6, 2014 — 2:22 pm

      Memang, tapi walaupun godaannya besar, sebaiknya kita nggak menyalahkan siapapun karena itu cuma bakal memperburuk keadaan.

      Mendingan mulai dari diri sendiri, lihat apa kemampuan kita. Buktinya: lihat apa yang satu orang seperti Jokowi bisa lakukan dengan wewenang dan niatnya.

      Eniwei, makasih dah mampir dan komen 🙂

  43. Apa yang kamu tulis, adalah apa yang saya ingin keluhkan. cuma saya tidak ada waktu keluh kesah soal cfd itu. situasi yang semrawut itu yang membuat saya enggan cfd an. toh, setiap hari saya sudah bersepeda ke kantor. jadi minggu waktunya istirahat. kondisi semrawut itu adalah “Andil” semua orang yang ada di situ yang notabene tidak semua mempunyai mental “bebas polusi”.

    memprihatinkan memang,..makanya saya mencoba memulai dari diri sendiri dulu untuk mempunyai mental “bebas polusi”.
    maksudnya adalah dengan melakukan tindakan yang ringan namun tidak menambah masalah.

    terimakasih sudah menulis keluhan yang bagus itu.

    • tomassoejakto May 6, 2014 — 8:03 pm

      Saya ngambek kalo dibilang tulisan ini adalah bentuk keluhan… Saya yang sekarang sudah nggak suka ngeluh seperti saya yang dulu. Hahahaha…

      Bercanda. But seriously, ini observasi. Sisanya terserah pembaca, mau bagaimana. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca dan komen 🙂

  44. dogolbersatoe May 7, 2014 — 2:25 am

    setuju mas, ayo bikin aksi mas, bareng2 sama yang komen disini, bikin poster ukuran A1 100 buah isinya aturan HBKB dan himbauan untuk tertib disebar pas HBKB, ayo2 nyumbang 50rban seorang cukup deh….

  45. Tulisan yang berbobot mas Tomas. Mau menambahkan saja, kalau dalam ilmu sosial ada namanya teori spiral of silence yang dikemukakan oleh Elisabeth Noelle-Neumann. Isinya adalah bagaimana persepsi publik mempengaruhi opini dan tindakan seseorang. Singkat kata, sesuatu yang dilakukan oleh banyak orang (meskipun buruk) dianggap lumrah dan orang yang menentang (bermaksud baik) namun minoritas dianggap salah.

    Sama dengan cerita pengusiran orang tua dari desa Gadel yang anaknya melaporak pencontekan massal di sekolahnya. Dia yang benar, namun menjadi yang salah karena mayoritas sudah menganggap yang salah adalah yang benar. Atau yang biasa di Jakarta, motor naik trotoar.

    Tetap kritis, jangan lengah menjadi konformis.

    • tomassoejakto May 8, 2014 — 2:48 am

      Spiral of Silence… Saya baru dengar. Saya nggak pinter dengan istilah-istilah, jadi harus ambil jalan memutar buat menjelaskan hal seperti ini. Makasih masukannya 🙂

  46. Setau saya kalo kita berjalan kaki sebaiknya berlawanan arah jalur kendaraan. Jadi kalo kendaraan seperti motor, mobil atau sepeda berjalan disebelah kiri, kita yang berjalan kaki disebelah kanan dengan catatan itu jalannya di trotoar ya. Karena kalo kita berjalan menghadap arus kendaraan kita menjadi lebih awas dan sigap terhadap situasi didepan. Tapi kalo kita berjalan kaki searah atau membelakangi arus kendaraan, kita tidak bisa awas atau menghindar jika tiba2 ada kendaraan yang melaju kencang dari belakang kita, sehingga sering terjadi yang keserempet kendaraan.

    • tomassoejakto May 8, 2014 — 2:51 am

      “dengan catatan itu jalannya di trotoar ya”. Bukan di jalur Busway atau jalur CFD yang pembagiannya (sebenarnya) sudah ditentukan? Hahahaha….

      Makasih sudah mampir dan komen. Appreciated. 🙂

  47. kesadaran itu balik ke manusianya masing-masing,walaupun kadang musti dipaksakan…
    nice post om…
    jangan bosen-bosen om berbuat baik,mengingatkan orang…
    gak ada ruginya koq…and keep smile…

  48. Post yang menarik sekali. Saya sering mikir, betapa orang Indonesia kebanyakan sering lupa aturan-aturan baik yang tertulis maupun tidak di ruang publik. Serasa jalan milik neneknya kali ya. Padahal ruang publik itu ada agar warga berinteraksi dengan baik. Bukannya ajang pamer-pameran siapa yang paling berkuasa, paling keren, dsb. Kayaknya emang butuh ya pelajaran menjadi warga kota yang baik dan respek terhadap kota
    Makasih loh buat post-nya, sebelumnya saya ga tau ada aturan buat CFD. Selama ini ga pernah berpartisipasi CFD karena nampak semrawut dan males banyak booth di pinggir jalan yang ribut 😛

  49. saya suka bersepeda di CFD, terus terang baru tau ada aturan tsb. Kesimpulan saya aturan tsb kurang disosialisasikan, sehingga banyak orang yg tidak tau peraturan tsb.

    kadang2 malah sering saya bersepeda di jalur kiri, karena di jalur kanan terhalang oleh pejalan kaki. he.he.he.. sorry ngga tau.

    oh ya, kalau mau bersepeda terus mau berhenti/istirahat/mampir makan/beli aksesoris sepeda boleh ngga ke jalur kiri? karena k5 tsb berada di jalur kiri.

  50. Kalau masalah aturan, orang Indonesia memang ngga punya aturan atau bahkan attitude -nya kurang. ex:
    1. Lampu merah walaupun itu jalan kosong, harus tetap berhenti tapi kenyataan-nya byk yg menerobos lampu merah krn hanya jalanan kosong.
    2. Di perapatan walaupun lampu hijau tapi kalau kendaraan di depan tidak jalan (macet) kita tidak boleh jalan (menghadang jalan). ( Do not block Intersection). Pernah saya berhenti eeeeh malah saya diklason & dimarahi dgn kata2 ..”he buta ya loe, lampu hijau tuh jalan”. Akhirnya terpaksa saya memajukan kendaraan padahal di depan saya macet drpd saya diamuk orang.
    3.kalau belanja di indomart dll yg ngga ada jalur antri-nya, byk orang2 attitude-nya kurang langsung nerobos padahal tau saya udah antri duluan. Sebaliknya kl saya, jika orang tsb lebih dulu drpd saya, silakan bilang mas/mbah anda yg antri duluan.
    4. wah msh byk bgt ngga mungkin disebutkan satu per satu. he.he.

Leave a reply to hanifzain Cancel reply